ASI dan Cinta
dr. Ariani
Pemberian ASI juga dapat mempererat jalinan kasih sayang antara ibu dan anak, serta menimbulkan rasa aman dan kedekatan emosional yang kuat. Dalam dekapan ibu, bayi akan merasakan kehangatan dan perlindungan. Begitu pula sebaliknya, ibu menyusui akan merasakan puas dan bahagia, karena dapat memberikan yang terbaik bagi buah hatinya. Sesungguhnya apabila dalam menyusui dihayati, akan menumbuhkan kebahagiaan yang terwujud dalam bentuk kasih sayang murni. Sentuhan kulit, detak jantung ibu yang telah lama dikenal bayi, akan meningkatkan kemesraan. Berpadunya unsur fisik dan psikis antara ibu dan anak tersebut, semakin memperkuat ikatan cinta dan kasih sayang di antara mereka.
Dampak psikologisnya, menimbulkan rasa sayang, nyaman, percaya dan berani menjangkau orang lain. Efeknya adalah menumbuhkan kemampuan membangun dan memelihara hubungan yang akrab. Semua itu berdayaguna sebagai dasar perkembangan emosi anak di kemudian hari.
Sebaliknya, kerakusan dan keserakahan bisa berkembang sebagai akibat kurang memperoleh makanan dan cinta pada tahun-tahun awal kehidupan. Ini karena tugas perkembangan pertama fase oral adalah memperoleh rasa percaya, percaya kepada orang lain, dunia, dan kepada diri sendiri. Dan cinta adalah perlindungan terbaik dari ketakutan, dan ketidakamanan.
Itu mengandung makna, betapa ASI turut serta berpengaruh terhadap kepribadian anak-anak. Bahkan RA Kartini, seorang tokoh wanita Indonesia pun menyebutkan, bahwa kejahatan dan kebaikan manusia terberikan melalui air susu ibu (Nota Kartini untuk Rooseboom dalam Sulastin, 1977:388). Syarat utama anak berbahagia sebenarnya bermula dari orangtua yang berbahagia. Anak belajar dari hal yang diucapkan secara verbal dan dirasakanoleh orangtuanya. Pola orangtua mengatasi stress menjadi suatu pembelajaran pula bagi anak.
Proses memberikan ASI memiliki aspek psikologis dan rohaniah antara ibu, bayi dan ayah, bukan sekedar tempel dan membiarkan bayi menyusu. Gelombang otak anak usia 0-7 tahun cenderung lambat di sekitar frekuensi delta/theta atau sekitar 0,5-7 hertz. Gelombang otak lambat berhubungan dengan fungsi intuisi dan telepati. Sehingga anak 0-7 tahun memiliki kemampuan yang hebat dalam mendeteksi, merasakan dan mengekspresikan emosi.
Menyusui yang dilakukan dengan penuh cinta dan keikhlasan, maka data tersebut akan terekam dalam saraf bayi, yang akan menyirami benih cinta dalam diri mereka sendiri. Selain itu sesuai dengan kajian tentang genetika dan pola asuh, proses menyusui yang didasari kesadaran jiwa, keselarasan hati, dan cinta kasih akan mempengaruhi ekspresi genetik yang ideal dan menghasilkan kesehatan fisik yang optimal.
Sehingga ASI merupakan kondisi dasar untuk membentuk anak yang peuh cinta dan sukacita.
http://parentingislami.wordpress.com/2009/02/09/asi-dan-cinta/
dr. Ariani
Pemberian ASI juga dapat mempererat jalinan kasih sayang antara ibu dan anak, serta menimbulkan rasa aman dan kedekatan emosional yang kuat. Dalam dekapan ibu, bayi akan merasakan kehangatan dan perlindungan. Begitu pula sebaliknya, ibu menyusui akan merasakan puas dan bahagia, karena dapat memberikan yang terbaik bagi buah hatinya. Sesungguhnya apabila dalam menyusui dihayati, akan menumbuhkan kebahagiaan yang terwujud dalam bentuk kasih sayang murni. Sentuhan kulit, detak jantung ibu yang telah lama dikenal bayi, akan meningkatkan kemesraan. Berpadunya unsur fisik dan psikis antara ibu dan anak tersebut, semakin memperkuat ikatan cinta dan kasih sayang di antara mereka.
Dampak psikologisnya, menimbulkan rasa sayang, nyaman, percaya dan berani menjangkau orang lain. Efeknya adalah menumbuhkan kemampuan membangun dan memelihara hubungan yang akrab. Semua itu berdayaguna sebagai dasar perkembangan emosi anak di kemudian hari.
Sebaliknya, kerakusan dan keserakahan bisa berkembang sebagai akibat kurang memperoleh makanan dan cinta pada tahun-tahun awal kehidupan. Ini karena tugas perkembangan pertama fase oral adalah memperoleh rasa percaya, percaya kepada orang lain, dunia, dan kepada diri sendiri. Dan cinta adalah perlindungan terbaik dari ketakutan, dan ketidakamanan.
Itu mengandung makna, betapa ASI turut serta berpengaruh terhadap kepribadian anak-anak. Bahkan RA Kartini, seorang tokoh wanita Indonesia pun menyebutkan, bahwa kejahatan dan kebaikan manusia terberikan melalui air susu ibu (Nota Kartini untuk Rooseboom dalam Sulastin, 1977:388). Syarat utama anak berbahagia sebenarnya bermula dari orangtua yang berbahagia. Anak belajar dari hal yang diucapkan secara verbal dan dirasakanoleh orangtuanya. Pola orangtua mengatasi stress menjadi suatu pembelajaran pula bagi anak.
Proses memberikan ASI memiliki aspek psikologis dan rohaniah antara ibu, bayi dan ayah, bukan sekedar tempel dan membiarkan bayi menyusu. Gelombang otak anak usia 0-7 tahun cenderung lambat di sekitar frekuensi delta/theta atau sekitar 0,5-7 hertz. Gelombang otak lambat berhubungan dengan fungsi intuisi dan telepati. Sehingga anak 0-7 tahun memiliki kemampuan yang hebat dalam mendeteksi, merasakan dan mengekspresikan emosi.
Menyusui yang dilakukan dengan penuh cinta dan keikhlasan, maka data tersebut akan terekam dalam saraf bayi, yang akan menyirami benih cinta dalam diri mereka sendiri. Selain itu sesuai dengan kajian tentang genetika dan pola asuh, proses menyusui yang didasari kesadaran jiwa, keselarasan hati, dan cinta kasih akan mempengaruhi ekspresi genetik yang ideal dan menghasilkan kesehatan fisik yang optimal.
Sehingga ASI merupakan kondisi dasar untuk membentuk anak yang peuh cinta dan sukacita.
http://parentingislami.wordpress.com/2009/02/09/asi-dan-cinta/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar